BERANDA

Kamis, 12 April 2012

SPEKULASI DALAM PASAR SAHAM

Oleh: M. Roem Syibly

Abstract
As modern finance institution, stock market has several weaknesses and unfair market model but in practice, the modern economic system recognizes it as part of economic development in a state. Speculation is one of the weaknesses, the investor has to know the changeable time and market trend, making analysis and calculation made market more active and dynamics. People in general take advantages from the speculation. If sharp calculation will get more advantages and if no will be loss principle of economic society. Islam has guidance in the case of speculation like what Islam give explanation about the issue. In the mudharabah and musyarakah system, people need capital to do their business by cooperation with capital holder. If sell and buy stock, so capital revolves among investors only and then real sector cannot develop due to lack of capital.
Keywords: spekulasi, pasar saham, dan investasi.

Pendahuluan
Pasar saham sangat penting dalam pembangunan ekonomi sebuah negara sebab merupakan wadah penyediaan modal kepada perusahaan untuk membesarkan aktivitas perdagangan. Saham adalah saluran ‘utama’ suatu perusahaan untuk mempromosikan usahanya kepada para investor dan pemilik modal. Memasukkan sebuah perusahaan dalam Bursa Saham memberi peluang lebih baik untuk mendapatkan modal yang lebih besar. Kepada masyarakat, di sinilah tempat untuk berinvestasi melalui pembelian sekuritas ataupun mendapatkan uang dengan menjualnya. Dengan ini pasar saham berfungsi sebagai tempat investasi kepada sebuah perusahaan yang dipilih dengan keyakinan diri atas prestasi perusahaan maupun tempat mencairkan pemilikan saham dengan menjualnya. Maka di sinilah pentingnya peranan investasi saham dalam pembangunan ekonomi modern sebuah negara dimana berjuta-juta uang telah diperjualbelikan setiap hari. Ada pakar ekonomi berkata tidak boleh ada sebuah ekonomi modern tanpa adanya bursa saham yang tersusun rapi.[1]
Namun, nilai saham di bursa bisa mengalami fluktuasi (turun dan naik). Secara teori, ketika kondisi nilai saham relatif stabil, maka akan banyak orang yang lebih memilih melakukan investasi di bursa ketimbang berspekulasi membeli dolar atau menyimpan uang di bank dengan mengharapkan bunga. Efek secara langsung yang terjadi, indeks saham perusahaan yang bersangkutan menguat di bursa, sehingga semakin banyak dana yang dikucurkan ke perusahaan. Hal ini membuka peluang untuk dilakukannya pengembangan perusahaan, seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi (secara kuantitas maupun kualitas) sekaligus meningkatnya jumlah angkatan kerja yang bisa tertampung. Berikutnya, kondisi ini akan menaikkan taraf hidup para pekerja.
Namun pada faktanya, keberadaan ambisi (secara pasti) dari para investor untuk memperoleh keuntungan dengan cepat (tanpa menunggu deviden) membuat keadaan dengan mudah berbalik. Ketika banyak orang melepas sahamnya ke bursa, indeks saham akan menurun. Ini berarti investasi menyusut (bahkan bisa sampai minus). Berikutnya, produksi juga berkurang sehingga tenaga kerja yang tertampung juga mesti dikurangi. Dengan kata lain terjadilah gelombang PHK, yang akan menurunkan taraf hidup para pekerja, yang sebagian besar merupakan bagian dari rakyat kecil.[2]

Akibat Spekulasi
Nampaknya perlu diingat kembali perjalanan pasar modal dunia untuk membuka sikap kritis kita terhadap salah satu lembaga keuangan tersebut. Dunia tidak akan pernah melupakan goncangan pasar modal Amerika “Oktober Hitam” pada tahun 1929 yang menyebabkan kolapsnya perekonomian dunia khususnya Amerika Serikat. Peristiwa yang dikenal sebagai  tersebut menyebabkan kemelaratan, kelaparan dan kesengsaraan.
Sejak 1929 hingga 1933 pasar modal AS kehilangan 85% nilainya. Kemudian goncangan pasar modal selanjutnya terjadi pada bulan Oktober tahun 1987. Pada saat itu indeks harga saham di Wall Street turun 22% dalam sehari. Di bulan yang sama pula tepatnya pada minggu terakhir Oktober 1997, hargaharga saham pasar modal utama dunia turun drastis. Penurunan harga saham tersebut berawal di Hongkong yang merambat ke Jepang, kemudian ke Eropa dan terakhir mampir di Amerika.[3]
Meskipun lembaga yang kita bicarakan tersebut bernama pasar modal (stock market), tidak berarti segala transaksi yang terjadi di bursa efek merupakan pertemuan antara orang yang membutuhkan modal dengan para investor yang ingin menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan yang diminatinya. Pertemuan antara pihak yang memerlukan modal dengan pihak yang memberikan modal hanya terjadi sekali di pasar perdana yakni pada saat IPO (Initial Public ). Selanjutnya para investor bebas memilih apakah memegang saham yang dibelinya sebagai suatu bentuk investasi jangka panjang atau menahannya sebentar untuk kemudian melepaskannya di pasar sekunder ketika ia melihat pergerakan harga saham menunjukkan adanya margin. Inilah tindakan umum yang secara terus menerus terjadi di pasar modal yakni keinginan untuk meraih capital gain dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat.
Samuelson dan Nordhaus mengungkapkan kegiatan spekulatif seperti ini dalam pasar modal muncul karena adanya harapan terpenuhi dengan sendirinya. Maksudnya jika seseorang membeli saham tertentu dengan harapan nilai saham akan naik, maka tindakan ini akan mendorong kenaikan harga-harga saham yang bersangkutan. Keadaan ini membuat orang semakin terdorong untuk membeli lagi dan hal ini menyebabkan kenaikan harga saham lagi.[4]
Hanya saja keuntungan seorang investor dalam bermain saham tidak mesti diperoleh melalui capital gain dengan menjual saham pada saat harga jualnya lebih tinggi dari harga yang dibeli sebelumnya. Bisa saja investor melalui para broker melakukan goreng menggoreng saham dengan tujuan menguasai saham perusahaan tertentu yang dibeli dengan harga murah jauh di bawah harga normalnya melalui rekayasa transaksi ataupun dengan melemparkan isu-isu yang berdampak negatif terhadap perusahaan tertentu sehingga harga sahamnya jatuh. Ketika harga saham jatuh maka terjadi kepanikan di kalangan investor lain khususnya yang lebih awam, sehingga mereka melepaskan saham yang mereka pegang ke pasar agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari.
Di balik kegiatan spekulatif tersebut pasar sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal menyangkut kinerja perusahaan yang bersangkutan yang meliputi berapa deviden yang dibagi kepada para pemegang saham, prospek usaha dan keuntungan yang akan diraih perusahaan, termasuk kinerja buruk perusahaan tersebut. Contoh faktual adalah terbongkarnya skandal keuanganWorldCom yang dalam laporan keuangannya dilaporkan untung sebesar US $ 3,8 milyar padahal angka tersebut merupakan jumlah kerugian yang diderita perusahaan. Sentimen negatif seperti ini akan mendorong para investor melepaskan saham sehingga harga saham jatuh. Sementara faktor eksternal meliputi kebijakan pemerintah, kondisi makro ekonomi nasional, tingkat suku bunga perbankan, kondisi perekonomian internasional dan perkembangan bursa saham dunia.
Jadi setiap orang, badan usaha dan pemerintah dalam perekonomian Kapitalis ini pada umumnya menginginkan terus meningkatnya harga-harga saham yang dicerminkan oleh peningkatan indeks harga saham agar keuntungan demi keuntungan dapat diraih. Sementara para pelaku pasar dengan moral hazartnya melakukan rekayasa apapun untuk mendapatkan keuntungan yang tentu saja merugikan pihak lain. Inilah gambaran ekonomi angan-angan yang terjadi dalam lembaga ekonomi Kapitalis tersebut. Sebagaimana yang dikatakan ilmuwan Isaac Newton (sebagai korban angan-angan keuntungan transaksi saham) yang dikutip Alan Woods dan Ted Grant: “Saya bisa menghitung gerakan benda-benda di langit, namun saya tidak mampu memperhitungkan kegilaan orang-orang.”[5]

Perspektif Islam
1.      Praktek di lapangan
Dalam ajaran Islam, aturan pasar modal harus dibuat sedemikian rupa untuk menjadikan tindakan spekulasi sebagai sebuah bisnis yang tidak menarik. Untuk itu, prosedur pembelian/penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon investor, dan bukan membeli atau menjualnya secara langsung.
Saham-saham  tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia. Jika banyak pihak yang menginginkan saham tertentu, maka mereka terlebih dahulu harus terdaftar sebagai applicant, dan saham tersebut kemudian dijual/dibeli dengan prinsip  (siapa datang dulu dia dilayani).
Saat ini, harga saham ditentukan oleh kekuatan supply dan demand. Sedangkan dalam aturan Islam, penentuan harga saham berbeda dengan penentuan harga seperti yang terjadi pada saat ini. Jika kita melihat balance sheet dari joint stock company, maka terlihat bahwa aset sama dengan modal saham ditambah dengan kewajiban. Aset tersebut merupakan representasi dari modal, dimana kewajiban diasumsikan sama dengan nol.
Sehingga, sertifikat sahamnya memiliki nilai tertentu, dimana nilainya akan sama dengan nilai asetnya. Setiap harga saham yang di atas atau di bawah nilai asetnya, tidak menunjukkan kondisi sesungguhnya. Tetapi kekuatan pasar mampu membuat harga saham tersebut berada di atas/di bawah nilai asetnya. Dalam pandangan Islam, untuk mencegah terjadinya distorsi ini, harga saham harus sesuai dengan nilai intrinsiknya.
Adapun formula perhitungannya adalah: harga saham sama dengan modal saham + keuntungan - kerugian + akumulasi keuntungan - akumulasi kerugian, yang kesemuanya dibagi dengan jumlah saham.[6]
Formula ini memberikan nilai sebenarnya dari sertifikat saham dan akan lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk membeli atau menjual pada berbagai level harga kecuali berdasarkan regulasi harga yang telah ditetapkan.
Selain itu, membeli ataupun menjual saham bukanlah pekerjaan mudah, dan banyak menimbulkan ketidakpastian. Para spekulan tidak akan gegabah di dalam membeli saham sebelum tanggal balance sheet. Hal ini akan mereduksi aktivitas spekulasi.
Prinsip dasar lainnya adalah penelitian account books secara cermat. Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semua perusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu. Kemudian, perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu perusahaan.
Selain itu, tiap perusahaan harus diminta untuk mengumumkan posisi keuangannya setiap tiga bulan sekali, sehingga publik akan tahu berapa sesungguhnya nilai intrinsik dari sahamnya minimal 4 kali dalam setahun.
Tentu saja tanggal penutupan suatu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lainnya, sehingga tanggal pengumuman posisi keuangannya pun akan berbeda-beda. Dengan demikian, hampir setiap minggu sepanjang tahun, akan ada penutupan dan pengumuman posisi keuangan, dan hal ini akan tetap membuat pasar aktif sepanjang tahun. Prinsip dasar ini juga melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri. Perusahaan selanjutnya dilarang untuk menjual sahamnya sendiri di pasar tanpa ada izin dari pencatat/pendaftar Join Stock Company.[7]
2.      Segi Hukum
Di antara yang dilarang oleh oleh syari’ah adalah transaksi yang di dalamnya terdapat unsur spekulasi dan mengandung gharar atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida’), karena itu gharar termasuk pengertian memakan harta orang lain dengan cara bathil atau tidak sah.[8] Termasuk dalam pengertian ini melakukan penawaran palsu (najsy), karena itu Rasulullah melarang transaksi yang dilakukan melalui penawaran palsu.[9]
Demikian juga dengan transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling), menjual sesuatu yang belum jelas, dan menyebarkan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang.
Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti di atas, maka investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar saham karena di antara produk pasar saham itu ada yang bertentangan dengan syariah. Oleh karena itu, investasi di pasar saham harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati supaya tidak masuk kepada produk non syariah.[10]
Saat ini sudah masuk beberapa perusahaan berbasis syariah yang ikut meramaikan bursa saham di Indonesia dan beberapa tempat di bursa internasional, ini menandakan bahwa model bursa saham berbasis syariah telah diterima secara internasional dan bahkan beberapa perusahaan telah masuk kategori sehat dan diperingakat atas.
Penutup
Sebagai muslim, tentunya akan lebih tenang jika memiliki usaha yang selain menguntungkan secara materi, juga tidak melanggar aturan agama (syariah) Islam. Aktivitas perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah Islam adalah kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram seperti makanan haram, perjudian atau maksiat. Selain itu juga menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang, termasuk yang tergolong praktik riba, gharar dan maysir.
Ada yang berpendapat bahwa terjun kepasar saham itu tergantung niat. Jika niatnya membeli saham untuk investasi, maka jual-beli saham di pasar sekunder halal. Jika spekulasi, maka haram. Jika niatnya memang investasi, tentu dia akan menyerahkan modalnya langsung kepada pengusaha yang memerlukan modal baik langsung atau di pasar perdana (IPO). Tapi jika menyerahkan uangnya kepada pemilik saham yang menjual sahamnya (spekulan) di pasar sekunder,  itu sama saja dengan spekulasi. Ini mengakibatkan uang hanya beredar di antara sesama pemilik uang seperti yang disebut di atas. Niat seperti itu jika tidak dilakukan dengan cara yang benar, sama saja dengan bersedekah pada orang berduit yang kemudian memakainya untuk berjudi atau bermaksiat. Jika dia sudah mengetahui hal itu tapi tetap melaksanakannya, sungguh dia telah tolongmenolong dalam kemaksiatan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.e-syariah.net/artikel.asp?id=174, diakses pada 20 Mei 2005.
http://www.msi-uii.net, diakses pada 21 Mei 2005
http://www.msi-uii.net, diakses pada 21 Mei 2005
http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/1204/19/ hikmah/ manajemen.htm.diakses pada 20 Mei 2005.
http://www.ukhuwah.or.id/dr/?q=node/30, diakses pada 25 Juli 2007
Kaslani, Muhammad bin Ismail (tt). Subulussalam. Jilid 3. Bandung: Dahlan
Khan, Muhammad Akram (1983). Issues in Islamic Economics. Lahore, Islamiv Publications Ltd.
Nazir, Habib dan Muhammad Hassanuddin (2004). Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah.  Bandung: Kakilangit.
Salamon, Hussin (2000). “Speculation in the Stock Market from an Islamic Perspective” in Review of Islamic Economics, No. 9, International Association for Islamic economics, Leicester, U.K.
Samuelson, Paul A. dan William P. Nordhaus (1997). Makroekonomi, Edisi Keempatbelas. Haris Munandar dkk (terj) Makroekonomi, edisi iv. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sumber Artikel:
Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, Vol. 1 No. 1, Juli 2007.  Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar